Itu yang aku pikir hingga beberapa menit yang lalu aku membaca postingan di sebuah blog (http://efenerr.wordpress.com/2012/05/08/fotografer/) menyebutkan kerisihannya terhadap fotografer yang serampangan dalam mengabadikan momen. Ternyata, seharusnya fotografer itu punya batasan. Punya kesopanan. Apalagi dalam hal upacara agama.
Okelah kita memang bisa semau kita berkreatif-ria dalam mengabadikan momen. Tapi seharusnya kita tahu batasan kita, apakah kita sudah bertindak sopan pada objek foto kita? Apakah kira-kira objek foto kita merasa ikhlas ataukah risih terhadap kita?
Sebuah karya foto menjadi indah, perfect, jika timing-nya perfect. Akan tetapi, apakah timing yang perfect tersebut diikhlaskan oleh si objek? Kalau tidak? Si objek tidak ikhlas dong? Berarti percuma kita mendapat jepretan tersebut jika si objek tidak suka. Itu berarti fotografi tersebut dilakukan dengan "paksaan".
Jadi, kupikir-pikir, jika memang dapat moment yang tepat, timing yang tepat, maka kita harus menjadi fotografer pintar. Kita harus bisa pintar mencari tempat, sudut yang sekiranya tidak membuat sang objek merasa terganggu. Tanpa harus mendekatkan diri ke objek hingga kurang dari 1 meter. XD
Merasa sulit? Ya itulah "seni"nya fotografi. Bagaimana kita pintar mencari sudut-sudut yang tepat untuk mendapat jepretan yang tepat, tanpa harus menjadi fotografer yang menyebalkan untuk si objek.
Hemm,, PR nih untuk aku. Jangan sampai menjadi orang yang menyebalkan. Bismillah. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar